West Europe Trip 2010 (4): Zaanse Schans, Amsterdam-Paris via Brussels
Posted by Admin | | Posted on 19.51
West Europe Trip 2010 (4): Zaanse Schans, Amsterdam-Paris via Brussels
Tanggal 15 May, hari ketiga. Hari ini masih ada satu destinasi Belanda yang terakhir, yaitu Zaanse Schans---duh ribet banget ya namanya, nulisnya harus pake nyontek---sebelum melanjutkan trip ke Paris. Jadwal keberangkatan kami ke Paris adalah 14.30, jadi masih ada waktu setengah hari.
Pagi ini kami bangun pagi lagi, pukul 04.30. Setelah bersiap-siap, kami pun berkumpul di ruang makan. Ternyata tuan rumah kami sudah menyediakan sarapan, bahkan bekal! Benar-benar tuan rumah yang luar biasa! Nasi dan lauk yang hangat sudah terhidang dengan rapi di atas meja bagaikan disulap, karena kami semua bertanya-tanya, ini tuan rumah bangun jam berapa ya untuk mempersiapkan semua ini? Peralatan plastik pembungkus makanan pun telah disiapkan agar kami bisa membungkus sendiri jatah makan siang masing-masing. Duh, duh, duh… tidak akan terlupakan deh kebaikan teman yang satu ini.
Pukul 07.30 kami berangkat dari Den Haag. Kembali lagi ke stasiun kereta Amsterdam Central---yang menjadi pusat segalanya---kami menitipkan koper-koper agar bisa berlenggang jalan-jalan ke Zaanse Schans dengan hanya menenteng tas kecil saja. Toh nanti juga akan kembali lagi ke Amsterdam Central.
Untuk mencapai Zaanse Schans, ada pilihan transportasi umum yaitu naik bis atau kereta. Karena kami sudah di stasiun kereta, ya sudah naik kereta saja. Hanya 4 stop (20 menit) dari stasiun Amsterdam Central. Pilih jurusan Alkmaar dan turun di Koog-Zaandijk. Dari sini ikuti petunjuk jalan menuju Zaanse Schans. Kira-kira perjalanan 10 menit berjalan kaki dari stasiun.
Zaanse Schans adalah nama desa kecil dekat sungai Zaan, yang pada masa lalu memiliki ribuan kincir angin khas Belanda, bendungan-bendungan, serta pabrik-pabrik yang menjadi kekuatan utama ekonomi Belanda abad 17 dan 18. Saat ini masih tersisa sederetan kincir-kincir angin besar yang memperindah pemandangan pedesaan di tepi sungai itu.
Cukup menyenangkan jalan-jalan di Zaanse Schans ini. Sejak dari stasiun kereta, dalam rute berjalan kaki kita akan melewati pabrik-pabrik cocoa besar yang menyemburkan aroma coklat segar dari cerobong-cerobongnya. Hmmm… sedap sekali aromanya… bagaikan sedang berada di dalam dapur yang sedang memanggang kue. Tiba-tiba kami teringat salah satu merek cocoa yang bergambar kincir angin (windmill) yang sering digunakan untuk membuat kue, jangan-jangan di sinilah asal-muasalnya, mengapa produsen cocoa itu menggunakan gambar kincir angin.
Selain melihat pemandangan desa, berfoto dengan background kincir angin, di Zaanse Schans juga ada museum, restoran, serta toko (souvenir) di mana setiap jam ada pertunjukan proses pembuatan keju. Mengunjungi desa ini tidak dikenakan biaya, namun bila hendak naik ke kincir angin biayanya 2,5 Euro. Tiket masuk museum 4 Euro.
Kami berkumpul di stasiun kereta Koog-Zaandijk---biar gampang diingat, jadi Kok Cantik saja---pukul 12.00. Saatnya makan siang. Bekal pun dibuka. Nasi yang hangat dengan tahu dan tempe goreng di stasiun kereta bule di siang yang sejuk, waw… sungguh kenikmatan duniawi yang tiada tara…
Amsterdam – Paris via Brussels
Pukul 12.30 kami sudah tiba kembali di Amsterdam Central. Setiba di stasiun kereta yang megah ini, kami langsung menuju ke bagian locker untuk mengambil koper-koper kami. Oya, pembayaran locker di sini menggunakan kartu kredit. Dari sini kami naik kereta lagi dengan tujuan stasiun Amstel. Di Amstel, tak jauh dari stasiun, terdapat kantor Eurolines, yaitu perusahaan operator bus yang akan mengantar kami dari Amsterdam ke Paris.
Salah satu informasi yang mungkin juga berguna adalah di Amsterdam rata-rata toilet umum (misalnya di stasiun kereta dan tempat-tempat wisata) tarifnya 50 cent. Lumayan lho, berasa, terutama buat yang beser… Dan yang menyebalkan adalah, setiap mau masuk toilet, ada pintu otomatis yang hanya bisa dibuka apabila kita sudah memasukkan koin 50 cent. Kebayang gak sih, kalau pas lagi kebelet, dan tidak punya koin? Harus pergi menukar koin dulu?? Kasian banget deh.
Setelah menunggu agak lama di kantor Eurolines, akhirnya sesuai jadwal, pukul 14.30 bus kami pun berangkat. Bus-nya biasa saja, untuk ukuran bis luar kota yang menempuh perjalanan sekitar 9 jam, tingkat kenyamanan biasa saja. Toilet tersedia, dan, yah, lumayan bersih lah.
Sebenarnya Amsterdam – Paris bisa ditempuh dengan waktu 6 jam jalan darat, mungkin kalau nyetir sendiri. Karena bus Eurolines jalannya lebih lambat dan berhenti beberapa kali untuk toilet serta berhenti sekitar 1 jam di Brussels (Belgia), maka kami dijadwalkan tiba di Paris pukul 23.30 malam itu.
Selain bus, ada juga kereta supercepat yang menempuh jarak Amsterdam – Paris hanya dalam waktu 3 jam, namun tiket kereta ini agak mahal (lebih dari 100 Euro). Kami memilih ala backpacker saja, yaitu naik bus. Dalam trip Eropa ini sebisanya kami mencoba semua jenis moda transportasi yang ada: pesawat, bus, kereta.
Sepanjang perjalanan, saya menikmati pemandangan dari kaca jendela. Pemandangan pedesaan dan vegetasi Eropa yang berbeda dengan Asia. Ini adalah pertama kalinya saya keluar dari benua Asia, pemandangan alam tentu sedikit berbeda, jenis pepohonan dan landscape secara umum adalah hal yang tidak membosankan untuk dilihat.
Tidak terasa, sekitar 2 jam kemudian kami sudah keluar dari negara Belanda dan masuk ke wilayah Belgia. Bus kami berhenti di sini sekitar 10 menit untuk toilet. Sekitar pukul 18.00 bus tiba di Brusels, ibukota Belgia. Sebelum tiba di Brusels bus juga melewati kota Antwerpen dan kami sempat melihat pemandangan kota yang rapi dan indah dengan pohon-pohon yang unik.
Beberapa penumpang turun di Brussels dan digantikan lebih banyak lagi penumpang yang naik hendak menuju Paris bersama kami. Perhentian ini sekitar 1 jam, waktu yang cukup untuk mencari makan malam (karena sudah waktunya makan) namun di sekitar tempat berhenti bus tidak ada restoran. Kami berhenti di sebuah stasiun kereta, dan tampaknya jam segitu toko-toko sudah tutup. Aku hanya membeli kopi dan muffin, total 2,3 Euro. Senang sekali ketika mendengar pelayannya berbahasa Perancis.
Sekitar pukul 21.00 bus kami memasuki wilayah Perancis. Aku tahu karena kami berhenti di sebuah toko untuk toilet. Di sana selain dari nama toko dan alamat juga tersedia koran-koran Perancis, maka aku tahu kami sudah berada di Perancis. Dari plat mobil-mobil yang terparkir di depan toko juga bisa diduga, karena hampir semuanya berhuruf F. Dalam plat mobil di wilayah Schengen terdapat tanda lambang Uni Eropa dengan huruf yang menjadi lambang nama negara masing-masing, misal: NL untuk Netherland, F untuk France.
Jam segini, saatnya sunset di Eropa pada musim panas. (Bulan Mei memang belum summer, tetapi sudah mulai menjelang awal summer). Pemandangan yang ditawarkan kaca jendela menunjukkan perbedaan ketika kami sudah memasuki Perancis. Ada ladang yang luas bagaikan karpet berwarna kuning dan hijau mengingatkan kita pada gambar-gambar iklan L’Occitance, merek kosmetik Perancis itu. Hati saya pun mulai berdebar-debar. Je suis en France. Saya sudah di Perancis! Itu adalah perasaan yang tak terlukiskan. Tak ada satu pun yang memahami perasaan saya.
Saya melihat ke sekitar. Semua teman saya tidur. Yah, maklum. Berjam-jam digoyang dalam bus untuk badan-badan yang sudah kelelahan ini. Sangat sulit menahan diri, sangat berat menahan mata agar tidak terpejam. Hanya saya yang excited sendiri, memandangi pelang-pelang jalan, membaca rambu-rambu, membaca nama-nama desa yang saya lewati, mencoba mengingat-ingat pelajaran bahasa Perancis yang bertahun-tahun lalu saya pelajari. Sepertinya tidak ada yang paham perasaan saya. Dan tidak ada seorang pun tempat saya berbagi perasaan ini.
Yah, mungkin gue lebay. Tapi, gue udah di Perancis! Perasaan ini semakin menjadi-jadi, jantungku berdetak semakin kencang ketika perlahan-lahan bus memasuki kota penuh cahaya bernama Paris. Sebuah kota yang menjadi idaman banyak orang di seluruh dunia. Kota yang ditulis dalam ribuan cerita dan hadir dalam ratusan film. Kota yang menjanjikan segalanya: keindahan, romantisme, glamour… Kota yang sebentar lagi akan kami jelajahi…
(to be continued)
Biaya hari ini:
- Biaya titip koper 5 Euro
- Tiket kereta dari Amterdam Central ke Zaanse Schans pp 5,7 Euro
- Tiket kereta dari Amsterdam Central ke Amstel 2,7 Euro
- Toilet 50 cent
- Tiket bus Eurolines Amsterdam-Paris 42 Euro. (Tiket ini telah dipesan sebelumnya dengan cara meninggalkan nomor kartu kredit melalui telepon).
- Meal dan belanja
Tanggal 15 May, hari ketiga. Hari ini masih ada satu destinasi Belanda yang terakhir, yaitu Zaanse Schans---duh ribet banget ya namanya, nulisnya harus pake nyontek---sebelum melanjutkan trip ke Paris. Jadwal keberangkatan kami ke Paris adalah 14.30, jadi masih ada waktu setengah hari.
Pagi ini kami bangun pagi lagi, pukul 04.30. Setelah bersiap-siap, kami pun berkumpul di ruang makan. Ternyata tuan rumah kami sudah menyediakan sarapan, bahkan bekal! Benar-benar tuan rumah yang luar biasa! Nasi dan lauk yang hangat sudah terhidang dengan rapi di atas meja bagaikan disulap, karena kami semua bertanya-tanya, ini tuan rumah bangun jam berapa ya untuk mempersiapkan semua ini? Peralatan plastik pembungkus makanan pun telah disiapkan agar kami bisa membungkus sendiri jatah makan siang masing-masing. Duh, duh, duh… tidak akan terlupakan deh kebaikan teman yang satu ini.
Pukul 07.30 kami berangkat dari Den Haag. Kembali lagi ke stasiun kereta Amsterdam Central---yang menjadi pusat segalanya---kami menitipkan koper-koper agar bisa berlenggang jalan-jalan ke Zaanse Schans dengan hanya menenteng tas kecil saja. Toh nanti juga akan kembali lagi ke Amsterdam Central.
Untuk mencapai Zaanse Schans, ada pilihan transportasi umum yaitu naik bis atau kereta. Karena kami sudah di stasiun kereta, ya sudah naik kereta saja. Hanya 4 stop (20 menit) dari stasiun Amsterdam Central. Pilih jurusan Alkmaar dan turun di Koog-Zaandijk. Dari sini ikuti petunjuk jalan menuju Zaanse Schans. Kira-kira perjalanan 10 menit berjalan kaki dari stasiun.
Zaanse Schans adalah nama desa kecil dekat sungai Zaan, yang pada masa lalu memiliki ribuan kincir angin khas Belanda, bendungan-bendungan, serta pabrik-pabrik yang menjadi kekuatan utama ekonomi Belanda abad 17 dan 18. Saat ini masih tersisa sederetan kincir-kincir angin besar yang memperindah pemandangan pedesaan di tepi sungai itu.
Cukup menyenangkan jalan-jalan di Zaanse Schans ini. Sejak dari stasiun kereta, dalam rute berjalan kaki kita akan melewati pabrik-pabrik cocoa besar yang menyemburkan aroma coklat segar dari cerobong-cerobongnya. Hmmm… sedap sekali aromanya… bagaikan sedang berada di dalam dapur yang sedang memanggang kue. Tiba-tiba kami teringat salah satu merek cocoa yang bergambar kincir angin (windmill) yang sering digunakan untuk membuat kue, jangan-jangan di sinilah asal-muasalnya, mengapa produsen cocoa itu menggunakan gambar kincir angin.
Selain melihat pemandangan desa, berfoto dengan background kincir angin, di Zaanse Schans juga ada museum, restoran, serta toko (souvenir) di mana setiap jam ada pertunjukan proses pembuatan keju. Mengunjungi desa ini tidak dikenakan biaya, namun bila hendak naik ke kincir angin biayanya 2,5 Euro. Tiket masuk museum 4 Euro.
Kami berkumpul di stasiun kereta Koog-Zaandijk---biar gampang diingat, jadi Kok Cantik saja---pukul 12.00. Saatnya makan siang. Bekal pun dibuka. Nasi yang hangat dengan tahu dan tempe goreng di stasiun kereta bule di siang yang sejuk, waw… sungguh kenikmatan duniawi yang tiada tara…
Amsterdam – Paris via Brussels
Pukul 12.30 kami sudah tiba kembali di Amsterdam Central. Setiba di stasiun kereta yang megah ini, kami langsung menuju ke bagian locker untuk mengambil koper-koper kami. Oya, pembayaran locker di sini menggunakan kartu kredit. Dari sini kami naik kereta lagi dengan tujuan stasiun Amstel. Di Amstel, tak jauh dari stasiun, terdapat kantor Eurolines, yaitu perusahaan operator bus yang akan mengantar kami dari Amsterdam ke Paris.
Salah satu informasi yang mungkin juga berguna adalah di Amsterdam rata-rata toilet umum (misalnya di stasiun kereta dan tempat-tempat wisata) tarifnya 50 cent. Lumayan lho, berasa, terutama buat yang beser… Dan yang menyebalkan adalah, setiap mau masuk toilet, ada pintu otomatis yang hanya bisa dibuka apabila kita sudah memasukkan koin 50 cent. Kebayang gak sih, kalau pas lagi kebelet, dan tidak punya koin? Harus pergi menukar koin dulu?? Kasian banget deh.
Setelah menunggu agak lama di kantor Eurolines, akhirnya sesuai jadwal, pukul 14.30 bus kami pun berangkat. Bus-nya biasa saja, untuk ukuran bis luar kota yang menempuh perjalanan sekitar 9 jam, tingkat kenyamanan biasa saja. Toilet tersedia, dan, yah, lumayan bersih lah.
Sebenarnya Amsterdam – Paris bisa ditempuh dengan waktu 6 jam jalan darat, mungkin kalau nyetir sendiri. Karena bus Eurolines jalannya lebih lambat dan berhenti beberapa kali untuk toilet serta berhenti sekitar 1 jam di Brussels (Belgia), maka kami dijadwalkan tiba di Paris pukul 23.30 malam itu.
Selain bus, ada juga kereta supercepat yang menempuh jarak Amsterdam – Paris hanya dalam waktu 3 jam, namun tiket kereta ini agak mahal (lebih dari 100 Euro). Kami memilih ala backpacker saja, yaitu naik bus. Dalam trip Eropa ini sebisanya kami mencoba semua jenis moda transportasi yang ada: pesawat, bus, kereta.
Sepanjang perjalanan, saya menikmati pemandangan dari kaca jendela. Pemandangan pedesaan dan vegetasi Eropa yang berbeda dengan Asia. Ini adalah pertama kalinya saya keluar dari benua Asia, pemandangan alam tentu sedikit berbeda, jenis pepohonan dan landscape secara umum adalah hal yang tidak membosankan untuk dilihat.
Tidak terasa, sekitar 2 jam kemudian kami sudah keluar dari negara Belanda dan masuk ke wilayah Belgia. Bus kami berhenti di sini sekitar 10 menit untuk toilet. Sekitar pukul 18.00 bus tiba di Brusels, ibukota Belgia. Sebelum tiba di Brusels bus juga melewati kota Antwerpen dan kami sempat melihat pemandangan kota yang rapi dan indah dengan pohon-pohon yang unik.
Beberapa penumpang turun di Brussels dan digantikan lebih banyak lagi penumpang yang naik hendak menuju Paris bersama kami. Perhentian ini sekitar 1 jam, waktu yang cukup untuk mencari makan malam (karena sudah waktunya makan) namun di sekitar tempat berhenti bus tidak ada restoran. Kami berhenti di sebuah stasiun kereta, dan tampaknya jam segitu toko-toko sudah tutup. Aku hanya membeli kopi dan muffin, total 2,3 Euro. Senang sekali ketika mendengar pelayannya berbahasa Perancis.
Sekitar pukul 21.00 bus kami memasuki wilayah Perancis. Aku tahu karena kami berhenti di sebuah toko untuk toilet. Di sana selain dari nama toko dan alamat juga tersedia koran-koran Perancis, maka aku tahu kami sudah berada di Perancis. Dari plat mobil-mobil yang terparkir di depan toko juga bisa diduga, karena hampir semuanya berhuruf F. Dalam plat mobil di wilayah Schengen terdapat tanda lambang Uni Eropa dengan huruf yang menjadi lambang nama negara masing-masing, misal: NL untuk Netherland, F untuk France.
Jam segini, saatnya sunset di Eropa pada musim panas. (Bulan Mei memang belum summer, tetapi sudah mulai menjelang awal summer). Pemandangan yang ditawarkan kaca jendela menunjukkan perbedaan ketika kami sudah memasuki Perancis. Ada ladang yang luas bagaikan karpet berwarna kuning dan hijau mengingatkan kita pada gambar-gambar iklan L’Occitance, merek kosmetik Perancis itu. Hati saya pun mulai berdebar-debar. Je suis en France. Saya sudah di Perancis! Itu adalah perasaan yang tak terlukiskan. Tak ada satu pun yang memahami perasaan saya.
Saya melihat ke sekitar. Semua teman saya tidur. Yah, maklum. Berjam-jam digoyang dalam bus untuk badan-badan yang sudah kelelahan ini. Sangat sulit menahan diri, sangat berat menahan mata agar tidak terpejam. Hanya saya yang excited sendiri, memandangi pelang-pelang jalan, membaca rambu-rambu, membaca nama-nama desa yang saya lewati, mencoba mengingat-ingat pelajaran bahasa Perancis yang bertahun-tahun lalu saya pelajari. Sepertinya tidak ada yang paham perasaan saya. Dan tidak ada seorang pun tempat saya berbagi perasaan ini.
Yah, mungkin gue lebay. Tapi, gue udah di Perancis! Perasaan ini semakin menjadi-jadi, jantungku berdetak semakin kencang ketika perlahan-lahan bus memasuki kota penuh cahaya bernama Paris. Sebuah kota yang menjadi idaman banyak orang di seluruh dunia. Kota yang ditulis dalam ribuan cerita dan hadir dalam ratusan film. Kota yang menjanjikan segalanya: keindahan, romantisme, glamour… Kota yang sebentar lagi akan kami jelajahi…
(to be continued)
Biaya hari ini:
- Biaya titip koper 5 Euro
- Tiket kereta dari Amterdam Central ke Zaanse Schans pp 5,7 Euro
- Tiket kereta dari Amsterdam Central ke Amstel 2,7 Euro
- Toilet 50 cent
- Tiket bus Eurolines Amsterdam-Paris 42 Euro. (Tiket ini telah dipesan sebelumnya dengan cara meninggalkan nomor kartu kredit melalui telepon).
- Meal dan belanja
Comments (0)
Posting Komentar